Minggu, 19 Juli 2020

Dikekang Untuk Menang !


Saat pertama kali saya berangkat kepondok, tepatnya pada 21 Juli 2016. Rasanya sangat berat sekali bagi saya untuk meninggalkan kampung halaman. Tapi karena ada dorongan yang kuat dari diri dan juga dorongan dari orang tua, akhirnya saya tetap berangkat walau dengan hati yang berat. Isak tangispun tidak bisa dibendung, mengiringi perjalanan saya menuju pondok.

Saat dipondokpun saya masih sering merasa sedih, maklum santri baru. Tapi saya selalu mencoba untuk kuat dan selalu tersenyum agar saya bisa kerasan serta tidak sedih lagi. Beberapa hari kemudian Bapak yang mengantar saya untuk mondok pun pamit untuk pulang kerumah. Saat itulah saya mulai kerasan.

Dimulai dari sinilah saya mulai mengikuti kegiatan2 yang ada dipondok. Awalnya saya merasa sangat terkekang. Semua serba dibatasi. Semua aktifitas diatur. Mau keluar asrama saja banyak persyaratannya Pokoknya sangat beda dengan kehidupan saya saat berada dirumah. Perasaan2 seperti merasa dikekang, tidak bebas, mulai timbul dalam hati.

Namun setelah beberapa waktu berselang, saya baru menyadari bahwa semua aturan atau sytem yang ada dipesantren, semua untuk kebaikan kita para santri. Karena aturan2 yang ada mendidik saya untuk lebih disiplin dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Memang awalnya gak enak, tapi sekarang mulai faham bahwa kita “ DIKEKANG UNTUK MENANG “ karena kita dikekang agar bisa menjadi manusia2 pilihan, yang fokus melayani umat dan taat pada perintah Tuhan.

“Bebas” terkadang membuat kita lalai, lalai akan nilai2 dan arti dari sebuah kehidupan. Maka dari itu saya sebagai santri merasa sangat bersyukur. Karena hidup dilingkungan yang baik. Dikomunitas dimana saat saya melakukan kesalahan langsung dapat teguran. Sehingga tidak berlarut2 dalam kesalahan.

Perasan2 tidak enak seperti terkekang, tidak bebas, hanya berjalan beberapa saat saja. Karena penyesuaian dengan lingkungan yang berbeda. Setelah itu saya kembali ceria. Teman2 yang baik, para ustadz pembimbing yang ramah membuat saya semakin betah diasrama. Seperti dirumah sendiri bersama keluarga.

Terikasih kepada Guru, Ustadz, kakak2 pendamping yang selalu sabar mengasuh, mendidik, membimbing saya menjadi manusia yang lebih berguna. Semoga Beliau2 selalu diberi kesehatan, keamanan, keselamatan oleh Allah Swt. Beribu terimakasih sekali lagi saya haturkan. Karena kami tidak bakal bisa membalas semua kebaikan yang beliau2 berikan.

Teruntuk Ibu dan Bapak. Terimaksih sudah merawat saya sejak kecil, menyayangi, mengasihi. Mengorbankan segalanya untuk saya dan akhirnya memondokkan saya ditempat yang terbaik yakni Pondok Pesantren SPMAA. Terimakasih banyak dan mohon maaf atas segala kesalahan, sering mengecewakan, belum sesuai harapan. 

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى وَلِوَ الِدَىَّ وَارْ حَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَا نِى صَغِيْرًا

 “Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku. Baik ibu maupun bapakku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku di waktu kecil”

Penulis

Rendi Widodo