Teringat saat pelatihan Tenaga Penyayang Umat. Saat itu beberapa hari kami digembleng dengan beberapa materi oleh Fasilitator. Ditengah2 pelatihan, kami diberi secarik kertas. Dikertas itu kami disuruh untuk menuliskan menu makanan apa yang kami suka. Iya... Karana bertepatan saat itu kami sedang puasa.
Hati girang, sambil memikirkan menu apa ya kira2 yang paling enak untuk nanti berbuka. Setiap peserta sangat antusias menulis makanan dan minuman apa yang disuka.
Saat itu saya menulis " otak-otak bandeng dan jus jambu ". Emmmm... Ketika menulis sambil senyum2 memikirkan betapa enaknya menu itu untuk berbuka.
picture by Gus Basyirun Adhim |
Sore harinya panitia sudah mulai sibuk menyiapkan menu untuk masing2 peserta. Sesuai dengan pesanannya. Saat adzan magrib tiba, kami cuma berbuka seadanya. Menu utama disiapkan untuk hidangan setelah sholat.
Tiba waktunya untuk menu utama. Kami duduk dikursi masing2 dan panitia pun memberikan menu pesanan kami didalam bungkusan. "Jangan dibuka sebelum aba2", begitu kata panitia.
Saat panitia memberi aba2 , " didalam bungkusan itu, ada makanan yang sampean pesan, tapi juga ada pesan. Tolong dibuka dan dibaca". Kami pun membuka bungkusan dan ada secarik kertas. Dalam hati kami membaca.
Raut gembira, berubah jadi pucat. Kata2 didalam kertas itu seolah2 menyihir kami. " Berikan makanan yang kamu sukai kepada orang yang kamu benci". Begitu isi tulisan di secarik kertas didalam bungkusan tadi.
Sirna semuanya. Kami hanya bisa terdiam. "Tenan tha iki /benaran kah ini" dalam fikiran kami.
Memang materi hari ini adalah memberikan barang yang dicintai. Kami tidak hanya diajak untuk memahami materi, tapi langsung mengamalkan dalam tindakan. Berat memang, namun itu adalah perintah yang harus kami lakukan.
Ada 2 hal yang kami dapatkan dari pengalaman diatas. Pertama sebagaimana yang Rasulullah teladankan agar kita berbuat baik kepada siapa saja bahkan kepada orang yang dibenci sekalipun
أَحْسِنْ إِلَى مَنْ أَسَاءَ إِلَيْكَ
"Perlakukan secara baik orang yang bertindak jahat kepada engkau"
Sekaligus mengikis rasa benci dalam hati. Karena kita tidak punya musuh manusia, musuh kami hanya syetan didada.
Kedua, belajar untuk memberikan barang yang dicintai. Sebagai pengamalan dari firman Allah
لَنْ تَنَا لُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِ نَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ
"Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu, sungguh Allah Maha mengetahui."(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 92)
Pelajaran memberikan barang yang dicintai tidak hanya didalam kelas saja. Namun juga implementasi dikehidupan sehari2. Bapak Guru Muchtar sering sekali meneladani kami dalam bidang ini. Beliau pernah berkisah, dahulu belaiu punya pena. Pena ini sangat beliau sukai. Karena pean itu ada lampunya, sehingga walau dalam kondisi gelap, beliau masih bisa menulis. Dan saat itu termasuk barang langka.
Suatu ketika ternyata ada orang yang suka, lalu pena itu diminta. Awalnya terasa berat, karena itu satu2 yang beliau miliki. Dan tidak ada pengganti nya. Sebelum memberikan pena itu, beliau sholat dua rakaat. Agar beliau bisa dengan senang hati memberikan barang yang dicintai. Akhirnya pena tersebut beliau berikan. Dan masih banyak teladan beliau yang lainnya.
Barang yang dicintai itu relatif. Bisa apa saja. Setiap orang pasti akan berbeda2. Bisa berupa harta, benda atau hal2 lainnya. Nah... Bagaimana kita bisa mengorbankan hal tersebut untuk orang lain, agama atau lingkungan sekitar kita.
Coba kita praktekan. Nanti saat akan berbuka puasa. Menu yang akan kita makan, sisihkan. Lalu berikan pada orang lain. Sebagai media pembelajaran bagi kita. Untuk memberikan barang yang dicintai pada sesama.
Apalagi kondisi saat ini, banyak saudara2 kita yang kekurangan. Minimal kita berempati, kalau punya ya berusaha untuk memberi. Atau mencari cara,usaha2 agar bisa membantu saudara kita yang membutuhkan saat ini.
Bismillah...