Saat
pertama kali saya berangkat kepondok, tepatnya pada 21 Juli 2016. Rasanya
sangat berat sekali bagi saya untuk meninggalkan kampung halaman. Tapi karena
ada dorongan yang kuat dari diri dan juga dorongan dari orang tua, akhirnya
saya tetap berangkat walau dengan hati yang berat. Isak tangispun tidak bisa
dibendung, mengiringi perjalanan saya menuju pondok.
Saat dipondokpun
saya masih sering merasa sedih, maklum santri baru. Tapi saya selalu mencoba
untuk kuat dan selalu tersenyum agar saya bisa kerasan serta tidak sedih lagi. Beberapa
hari kemudian Bapak yang mengantar saya untuk mondok pun pamit untuk pulang
kerumah. Saat itulah saya mulai kerasan.
Dimulai dari
sinilah saya mulai mengikuti kegiatan2 yang ada dipondok. Awalnya saya merasa
sangat terkekang. Semua serba dibatasi. Semua aktifitas diatur. Mau keluar
asrama saja banyak persyaratannya Pokoknya sangat beda dengan kehidupan saya
saat berada dirumah. Perasaan2 seperti merasa dikekang, tidak bebas, mulai
timbul dalam hati.
Namun setelah
beberapa waktu berselang, saya baru menyadari bahwa semua aturan atau sytem
yang ada dipesantren, semua untuk kebaikan kita para santri. Karena aturan2
yang ada mendidik saya untuk lebih disiplin dan menjadi pribadi yang lebih baik
lagi.
Memang awalnya
gak enak, tapi sekarang mulai faham bahwa kita “ DIKEKANG UNTUK MENANG “ karena
kita dikekang agar bisa menjadi manusia2 pilihan, yang fokus melayani umat dan
taat pada perintah Tuhan.
“Bebas”
terkadang membuat kita lalai, lalai akan nilai2 dan arti dari sebuah kehidupan.
Maka dari itu saya sebagai santri merasa sangat bersyukur. Karena hidup
dilingkungan yang baik. Dikomunitas dimana saat saya melakukan kesalahan
langsung dapat teguran. Sehingga tidak berlarut2 dalam kesalahan.
Perasan2
tidak enak seperti terkekang, tidak bebas, hanya berjalan beberapa saat saja. Karena
penyesuaian dengan lingkungan yang berbeda. Setelah itu saya kembali ceria. Teman2
yang baik, para ustadz pembimbing yang ramah membuat saya semakin betah
diasrama. Seperti dirumah sendiri bersama keluarga.
Terikasih kepada
Guru, Ustadz, kakak2 pendamping yang selalu sabar mengasuh, mendidik,
membimbing saya menjadi manusia yang lebih berguna. Semoga Beliau2 selalu
diberi kesehatan, keamanan, keselamatan oleh Allah Swt. Beribu terimakasih
sekali lagi saya haturkan. Karena kami tidak bakal bisa membalas semua kebaikan
yang beliau2 berikan.
Teruntuk Ibu dan Bapak. Terimaksih sudah merawat saya sejak kecil, menyayangi, mengasihi. Mengorbankan segalanya untuk saya dan akhirnya memondokkan saya ditempat yang terbaik yakni Pondok Pesantren SPMAA. Terimakasih banyak dan mohon maaf atas segala kesalahan, sering mengecewakan, belum sesuai harapan.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى وَلِوَ الِدَىَّ وَارْ حَمْهُمَا كَمَا
رَبَّيَا نِى صَغِيْرًا
“Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang
tuaku. Baik ibu maupun bapakku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku
di waktu kecil”
Penulis
Rendi
Widodo